Powered By Blogger

Senin, 26 November 2012

Makalah WACANA


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam atas nikmat dan karunia yang tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pembimbing.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bapak H. Abdullah Zawawi M.Pd.,M.M selaku dosen pembimbing mata kuliah Wacana Bahasa Indonesia, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengerjakan tugas tentang Wacana Bahasa Indonesia. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga yang telah memberikan motivasi dan masukan sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah yang mengenai wacana bahasa Indonesia ini merupakan bacaan yang baik untuk semua kalangan dari orang tua hingga anak pelajar. Tidak lupa juga kami menyampaikan bahwa masih kurangnya isi dari makalah kami ini mungkin dengan adanya kritik dan saran dari pembaca kami sangat berterimakasih dan berlapang dada untuk menerima masukannya.
Tiada gading yang tak retak, pepatah ini mewakili penulis untuk meminta kritik dan saran bagi kesempurnaan makalah ini apabila terdapat banyak kesalahan untuk menambah wawasan keilmuan penulis.



                                                                                        Lamongan, 25 November 2012


                                                                                                          Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………      ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….……………….       iii
BAB I  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ………………………………………………….…………………       4
1.2 Ruang Lingkup Masalah ……………………………………….………………….        4
1.3 Tujuan Penulisan   ………………………………………………….………………       4
BAB II  LANDASAN TEORI          …………………………………….……………………       5
BAB III  PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Wacana           …………………………………………..………………      6
3.2 Jenis Wacana ……………………………………………………….………………       6
3.3 Syarat Terbentuknya Wacana ………………………………………..…………….       7
BAB IV  PENUTUP
4.1 Kesimpulan ………………………………………………………..………………        9
4.2 Saran …………………………………………………………………………...…..       9
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………       10
















BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis terbesar seperti banyak diduga atau diperhitungkan orang selama ini. Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana( inggris:discourse)  bukti bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam sintaksis, banyak kita jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari kalimat-kalimat yang ada disekitarnya, maka kalimat itu menjadi satuan yang tidak mandiri. Kalimat-kalimat itu tidak mempunyai makna dalam kesendiriannya. Mereka baru mempunyai makna bila berada dalam konteks dengan kalimat-kalimat yang berada disekitarnya.
Kalau kalimat itu adalah unsur  pembentuk wacana, maka persoalan kita sekarang apakah wacana itu, apakah cirri-cirinya, bagaimana ujudnya, atau bagaimana pembentukannya. Berbagai macam definisi tentang wacana telah dibuat orang. Namun , dari sekian banyak definisi yang berbeda-beda itu, pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap. Sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca( dalam wacana tulis) atau pendengar( dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur  yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesi, akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar.

1.2 Ruang Lingkup Masalah.  
1.  pengertian wacana.
2.  jenis wacana.
3.  syarat terbentuknya wacana.

1.3  Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini ada pun tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui pengertian wacana, memahami jenis wacana dan mengetahui persyaratan terben, tuknya wacana. Tujuan penulisan ini juga untuk memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembaca.
 1.4  Permasalahan
Dalam makalah ini memiliki beberapa permasalahan  sebagai berikut :
1.5.1  Bagaimana pengertian masalah ?
1.5.2    Bagaimana jeni-jenis wacana ?
1.5.3  Bagaimana syarat terbentuknya wacana ?




BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Wacana
Menurut Erianto dalam bukunya yang berjudul  “Pengantar Analisis Teks Media”. Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya

2.2 jenis-jenis wacana
            1. Wacana Narasi.
            2. Wacana Deskripsi.
            3. Wacana Eksposisi.
            4. Wacana Argumentasi.

2. 3 Syarat Terbentuknya Wacana
 Adapun persyaratan gramatikal dalam wacana dapat di penuhi atau dalam wacana itu sudah terbina yang di sebut  adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah kekoherensian yaitu isi wacana yang apik dan benar.




           











BAB III
PEMBAHASAN
3. 1   Pengertian wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
Istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan. Wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar di gunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi merupakan bentuk kata. Rangkaian kata membentuk frase dan rangkaian frase membentuk kalimat. Akhirnya, rangkaian kalimat membentuk wacana.

3.2 Jenis-Jenis Wacana Bahasa Indonesia
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat.  Wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi. Berikut penjelasanya:
1.      Wacana Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting dalam  sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana adapun ciri_ciri krangan narasi :
1. Menggunakan urutan waktu dan tempat yang berhubungan secara kausalitas.
2. Terdapat unsur tokoh yang digambarkan mempunyai perwatakan yang jelas.
3. Terdapat alur cerita, setting dan konflik.
2. Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya. Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.
Ciri-ciri karangan deskripsi yaitu:
1. Berhubungandengan panca indra.
2. Penggunaan objek didapat dengan pengamatan bentuk, warna serta keadaan objek secara langsung.
3. Unsur perasaan lebih tajam daripada pikiran.
3. Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.
 Ciri-ciri karangan eksposisi yaitu:
1. Memberikan informasi kepada pembaca.
2. Adanya fakta dan informasi.
3. Berfungsi untuk memperjelas apa yang akan disampaikan.

4. Wacana Argumentasi
Karangan  argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap,  atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
Ciri-ciri karangan argumentasi yaitu :
1. Terdapat pernyataan, idea tau gagasan yang dikemukakan.
2. Pembenaran berdasarkan fakta dan data yang disampaikan.

3.3    Syarat Terbentuknya Wacana
Adapun persyaratan gramatikal dalam wacana dapat di penuhi atau dalam wacana itu sudah terbina yang di sebut  adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif , akan terciptalah kekoherensian yaitu isi wacana yang apik dan benar.
Kekohesifan itu dicapai dengan cara pengacuan dengan menggunakan kata ganti –nya mari kita lihat! Kalimat (1) adalah kalimat bebas, kalimat utama yang berisi pernyataan, bahwa sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat (2) adalah kalimat (3) terikat, yang di kaitkan dengan kalimat (1) dengan menggunakan kata gantinya-nya pada kata ikannya dan telurnya yang jelas mencakup pada terubuk pada kalimat (1). Kalimat (3) juga di kaitkan dengan kalimat (1) dan kalimat (2) dengan menggunakan kata ganti -nya pada kata harga-nya yang juga jelas mencakup pada kata terbuk pada kalimat (1). Lalu, kalimat (4) merupakan kesimpulan terhadap pernyataan pada kalimat (1), (2) dan (3), yang di kaitkan dengan bantuan konjungsi antar kalimat makanya.
Kekohesifan wacana itu di lakukan dengan mengulang kata pembaharu pada kalimat (1) dengan kata pembaharuan pada kalimat (2); serta mengulang frase perubahan jiwa pada kalimat (2) perubahan pada kalimat (3). Adanya pengulangan unsure yang sama itu menyebabkan wacana itu menjadi kekoherens dan apik. Namun, pengulangan-pengulangan seperti di atas yang tampak kohesif, belum tentu menjamin terciptanya kekoherensian.  Jadi syarat terbentuknya wacana apabila adanya kohesif dan koherensi.
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif, antara lain adalah
1.      Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian  kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraph. Dengan penggunaan konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebih eksplisit, dan akan menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi. Contohnya: Raja sakit. Permaisuri meninggal.
Pada contoh diatas, hubunngan antara kalimat pertama dengan kalimat kedua itu tidak jelas: apakah hubungan penambahan, apakah hubungan sebab dan akibat, atau hubungan kewaktuan. Hubungan menjadi jelas, misalnya diberi konjungsi, dan menjadi kalimat sebagai berikut:
1.    Raja sakit dan pernaisuri meninggal.
2.    Raja sakit karena permaisuri meninggal.
3.    Raja sakit ketika permaisuri meninggal.
4.    Raja sakit sebelum permaisuri meninggal
5.    Raja sakit. Oleh karena itu, permaisuri meninggal.
6.    Raja sakit, sedangkan permaisuri meninggal.
2.      Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis. Dengan menggunakan kata ganti sebagai rujukan anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak perlu di ulang, melainkan dig anti dengan kata ganti itu. Maka oleh karena itu juga, kalimat-kalimat tersebut saling berhubungan.
3.      Menggunakan ellipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. Dengan ellipsis, karena tidak di ulangnya bagian yang sama, maka wacana itu tampak menjadi lebih efektif, dan penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam wacana itu.

Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat juga di buat dengan bantuan berbagai aspek semantik. Caranya, antara lain:
1.                Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana. Misalnya:
a.       Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.
b.      Saya datang anda pergi. Saya hadir, anda absen. Maka, mana mungkin kita bisa bicara.
2.                Menggunakan hubungan generik-spesifik; atau sebaliknya spesifik-generik. Misalnya:
a.       Pemerintah berusaha menyediakan kendaraan umum sebanyak-banyaknya dan akan berupaya mengurangi mobil-mobil pribadi.
b.      Kuda itu jangan kau pacu terus. Binatang juga perlu beristirahat.
3.                Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
a.       Dengan cepat di sambarnya tas wanita pejalan kaki itu. Bagai elang menyambar anak ayam.
b.      Lahap benar makanannya. Seperti orang yang sudah satu minggu tidak ketemu nasi.
4.                Menggunakan hubungan sebab-akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atai isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
a.       Dia malas, dan sering kali bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak naik kelas.
b.      Pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernafas pun susah di dalam bus itu.
5.                Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Misalnya:
a.       Semua anaknya di sekolahkan. Agar kelak tidak seperti dirinya.
b.      Banyak jembatan layang di bangun di Jakarta. Supaya kemacetan lalu lintas teratasi.
6.                Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
a.         Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering di tuduh memacetkan lalu lintas.
b.         Kebakaran sering melanda Jakarta. Kalau dia datang si jago merah itu tidak kenal waktu, siang ataupun malam.
BAB IV
PENUTUP
4.1    Kesimpulan
4.1.1    Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Untuk membuat sebuah wacana yang baik itu, harus memenuhi persyaratan terbentuknya wacana. Terbentuknya wacana dibutuhkan adanya kohesif dan koherens di dalam hubungan antar kalimat di dalam wacana.
4.1.2    Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa.
Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya.
eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya
argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap,  atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis.
4.1.3    syarat-syarat terbentuknya wacana yaitu :
\
Adapun saran bagi pembaca antara lain:
1.      Bagi pembuatan wacana harus memperhatikan kohesif dan koherens di dalam sebuah wacana. Karena tanpa kohesif dan koherens kita tidak dapat memahami maksud atau tujuan yang ada di dalam sebuah wacana tersebut.
2.      Pembaca harus memperhatikan kaidah penulisan yang ada di dalam sebuah wacana.
3.      Dalam pembuatan wacana diharapkan tidak terdapat penyimpangan kata ataupun kalimat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar